Beranda | Artikel
Pendapat-Pendapat Ahlus Sunnah Yang Pertengahan
Sabtu, 17 Juli 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Pendapat Ahlus Sunnah Yang Pertengahan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas pada Sabtu, 01 Dzulqa’dah 1442 H / 12 Juni 2021 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Pendapat-Pendapat Ahlus Sunnah Yang Pertengahan

Pembahasan kita yang terakhir adalah bahwa Ahlus Sunnah adalah ahlul wasath. Adapun yang telah dibahas adalah Ahlus Sunnah pertengahan dalam masalah Sifat-Sifat Allah antara golongan Jahmiyyah dan Musyabbihah.

2. Perbuatan Hamba

Menit ke-13:27 Ahlus Sunnah pertengahan antara aliran Jabariyyah dan Qadariyyah dalam masalah af’alul ‘ibad (perbuatan hamba-Nya).

Jabariyyah adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Berasal dari kata jabr (paksaan). Dan mereka mempunyai pandangan bahwa manusia dalam segala perbuatan, gerak-gerik dan tingkah lakunya adalah dipaksa, tidak memiliki kekuasaan dan kebebasan. Mereka menafikan perbuatan hamba secara hakikat dan menyandarkannya kepada Allah. Termasuk dalam aliran ini adalah Jahmiyyah, mereka berpandangan seperti itu. Menurut Syahrastani bahwa Jabariyyah ada dua golongan: Jabariyyah Khalishah dan Jabariyyah Mutawassithah.

Qadariyyah adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Berasal dari kata qadar (ketentuan Ilahi). Aliran ini tidak mengakui adanya qadar tersebut dan mengatakan manusialah yang menentukan nasibnya sendiri dan dialah yang membuat perbuatannya, terlepas dari kodrat serta iradat Ilahi. Termasuk dalam aliran ini adalah Mu’tazilah yang juga berpan-dangan sama.

Pandangan Ahlus Sunnah tentang perbuatan hamba adalah:

  1. Perbuatan hamba pada hakekatnya adalah ciptaan Allah ‘Azza wa Jalla.
  2. Yang melaksanakan perbuatan tersebut adalah hamba itu sendiri secara hakiki.
  3. Seorang hamba mempunyai kekuasaan (kemampuan) untuk melaksanakan perbuatannya secara hakiki dan mempunyai pengaruh atas terjadinya perbuatan tersebut. Dan Allah-lah yang memberi kemampuan kepada mereka untuk melakukan perbuatan tersebut.

Artinya seorang hamba mempunyai kehendak, kemampuan dan keinginan, tapi semua itu tidak lepas dari kehendak dan keinginan Allah.

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Dan kamu tidak dapat berkehendak kecuali apabila dikehendaki Allah Rabb semesta alam.” (QS. At-Takwir[81]: 29)

Imam Abu ‘Utsman ash-Shabuni (wafat th. 449 H) rahimahullah berkata: “Pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah keyakinan bahwa perbuatan hamba adalah diciptakan Allah Azza wa Jalla. Dan mereka tidak ada yang membantah serta tidak ada keraguan sedikit pun. Sebaliknya, mereka menganggap orang yang mengingkari dan tidak menerima kenyataan itu sebagai orang yang menyimpang dari petunjuk dan kebenaran.”

3. Ancaman Allah

Menit ke-20:12 Mereka (Ahlus Sunnah) pertengahan dalam masalah ancaman Allah, antara Murji’ah dan aliran Wa’idiyyah, dari kalangan Qadariyyah dan selain mereka.

Murji’ah adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Berasal dari kata irja’ yang berarti pengakhiran, sebab mereka mengakhirkan (memisahkan) amal dari iman. Mereka mengatakan: “Suatu dosa tidak membahayakan selama ada iman, sebagaimana suatu ketaatan tidak berguna selama ada kekafiran.” Menurut mereka, amal tidaklah termasuk dalam kriteria iman, serta iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang.

Wa’idiyyah adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah, berasal dari kata wa’iid yang berarti ancaman. Mereka berpendapat bahwa Allah harus melaksanakan ancaman-Nya, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar, apabila ia wafat tanpa bertaubat, maka ia akan kekal di dalam Neraka, sebagaimana yang diancamkan oleh Allah terhadap mereka, sebab Allah tidak akan menyalahi janjiNya.

Sedangkan menurut pandangan Ahlus Sunnah bahwasanya seorang Muslim yang berbuat dosa besar akan mendapat ancaman dengan Neraka apabila ia tidak bertaubat. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengampuninya, dan jika Allah menghendaki, Dia akan menyiksanya di dalam Neraka, akan tetapi ia tidak kekal di Neraka.

4. Nama-Nama Iman dan Agama

Menit ke-34:05 Ahlus Sunnah pertengahan dalam hal nama-nama iman dan agama, antara golongan Haruriyyah dan Mu’tazilah, serta antara kaum Murji’ah dan Jahmiyyah.

Haruriyyah adalah aliran sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Berasal dari kata haruura’ (حَرُوْرَاءُ), yaitu suatu tempat di dekat Kufah. Haruriyyah termasuk salah satu sekte dalam aliran Khawarij. Dinamakan demikian karena di tempat itulah mereka berkumpul ketika mereka keluar (memberontak) dari kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu. Menurut mereka, pelaku dosa besar ada-lah kafir dan di akhirat ia kekal di dalam Neraka.

Mu’tazilah adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Mereka adalah pengikut Washil bin ‘Atha’ dan ‘Amr bin ‘Ubaid. Dikatakan Mu’tazilah karena mereka mengeluarkan diri (‘itizal) dari kelompok kajian al-Hasan al-Bashri (wafat tahun 110 H) rahimahullah, atau karena mereka mengisolir diri dari pandangan sebagian besar ummat Islam ketika itu dalam hal pelaku dosa besar, karena menurut Washil bin ‘Atha’, pelaku dosa besar berada dalam status antara iman dan kafir, tidak dikatakan beriman dan tidak pula dikatakan kafir, atau disebut dengan istilah mereka: manzilah bainal manzilatain (tempat di antara dua kedudukan, tidak mukmin dan tidak kafir). Dan jika tidak bertaubat, maka ia di akhirat akan kekal dalam Neraka.

Adapun menurut Ahlus Sunnah, pelaku dosa besar dari kaum Muslimin masih tetap disebut Mukmin karena imannya, hanya saja ia itu fasiq karena perbuatan dosa besarnya. Atau dikatakan ia itu Mukmin yang kurang imannya, sedang urusannya di akhirat -apabila belum bertaubat- adalah terserah Allah, jika Allah Azza wa Jalla menghendaki, akan disiksa-Nya (sesuai dengan keadilan-Nya) dan jika Dia menghendaki akan diampuni-Nya (sesuai dengan sifat kasih-Nya).

5. Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Menit ke-44:27 Ahlus Sunnah juga pertengahan antara golongan Rafidhah dan Khawarij, dalam masalah Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Rafidhah adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Berasal dari kata ‘Rafadha’, artinya menolak. Salah satu sekte di dalam aliran Syi’ah. Mereka bersikap berlebih-lebihan terhadap ‘Ali dan Ahlul Bait, serta mereka menyatakan permusuhan terhadap sebagian besar Sahabat, khususnya Abu Bakar dan ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma. Disebut Rafidhah, karena mereka menolak untuk membantu serta mendukung Zaid bin ‘Ali bin al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib pada masa kepemimpinan Hisyam bin ‘Abdil Malik. Sebabnya, karena mereka meminta kepada Zaid supaya menyatakan tidak berpihak kepada Abu Bakar dan ‘Umar, beliau menolak dan tidak mau sehingga mereka pun menolak untuk mendukungnya. Oleh karena itu mereka disebut Rafidhah.

Khawarij adalah aliran yang sesat dan termasuk ahlul bid’ah. Berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Suatu aliran yang menyempal dari agama Islam dan mereka keluar dari para Imam pilihan dari kaum Muslimin. Bahkan mereka mengkafirkan ‘Ali dan Mu’awiyah serta para pendukung keduanya. Mereka (Khawarij) disebut demikian karena menyatakan keluar dari kekhalifahan ‘Ali setelah peristiwa Shiffin. Prinsip Khawarij yang paling mendasar ada tiga, yang mereka telah menyimpang, sesat dan menyesatkan kaum Muslimin:

  • Pertama : Mengkafirkan ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Utsman bin ‘Affan dan dua hakim Radhiyallahu ‘Anhum.
  • Kedua : Wajib keluar (memberontak) dari penguasa yang zhalim.
  • Ketiga: Pelaku dosa besar adalah kafir dan di akhirat kekal dalam Neraka.

Firqah yang pertama kali keluar dari ummat Islam adalah Khawarij, merekalah yang pertama kali mengkafirkan kaum Muslimin dengan sebab dosa besar, dan mereka juga yang menghalalkan darah kaum Muslimin dengan sebab itu.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download Mp3 Kajian Tentang Pendapat-Pendapat Ahlus Sunnah Yang Pertengahan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50376-pendapat-pendapat-ahlus-sunnah-yang-pertengahan/